24.5.09

duapuluhempat

sekiranya warna pelangi masih sama. pekat. masih seperti saat aku mengenalmu.
dulu
dengan pecahanpecahan awan yang mengintip di sebaliknya

bukankah pernah kau janjikan gradasi yang lebih indah? agar bisa kita saingi aurora yang berpendar di ujung kutub sana. yang masih tersenyum sinis. pada langit kita

“itu dulu” katamu

jika lelahku menjadi semakin. haruskah kuletakkan begitu saja di sini? tepat di langkah ke duapuluhempat. karena katamu kini mimpi kita tak bisa sama

kosong

/1/
entah untuk kali keberapa, aku membaca deret kata di dahimu. puluhan. ratusan. bahkan ribuan frase telah terucap dari matamu. dan tak letih bibirmu mengumbar cerita warnawarni.

bagiku itu kosong.

/2/
bahkan harga doktrinmu, tak ternilai (setidaknya itu katamu). yang pernah kau titipkan pada selembar kertas buram; saat senja baru saja tersenyum untuk terakhir kalinya.

bagiku tetap kosong.

/3/
di penghujung nafasmu, hingga wujudmu kini yang berbalut kasa tipis; aku masih menyimpan elegi yang kau titipkan dulu. dan aku masih bisa membaca; betapa labilnya nafasmu saat itu.

masihkah kosong?

ah...
andai aku bisa membalikkan waktu


10.5.09

lepas

di kelopak matamu kutemukan
-hitam
menggenang pada bejana yang kau cipta

embun yang kutafsir dulu hanya pecahan ilusi yang muncul pada remah mimpi kita

tertahan sejenak-

:lepaskan saja

pecah

masih ingatkah kau saat telingaku menderit. menjelma cemas yang tertahan di sudut kepala. saat katakata berubah seolah pisau yang menikam. hingga lidahmu meradang

masih ingatkah kau saat tanganku melepuh. dengan jemari yang tak mampu menggenggam bejana; yang sebelumnya kau tuang angkuhmu tanpa peduli lelah yang aku bawa

masih ingatkah kau saat mataku menjerit. menahan hujaman cerca. tak henti matamu bergelayut sinis pada mataku

masihkah?

ah…
yang kini tak kau tahu
mataku terjatuh bersama
butiranbutiran penat yang

kemudian pecah

3 stanza: sajak perawan senja

/I/
mari diamdiam mendengarkannya. reranting yang jatuh pada tanah. yang pada malam sebelumnya; ia menangis. menyimpan lenguh rindu pada embun. dan terpejam di heningnya purnama

/II/
ia;
yang menjelma sajak perawan. mengeja kata menentang rasa. menakar rerintik bebait dalam hening. pelanpelan merangkai setiap gerak nalar. memanggilmanggil masa depan dalam beribu kerinduan

ia;
merebus detakdetak kenangan. menyulam dahaga sewaktu senja. selalu bersenandung di remang cuaca. tentang beda. tentang cinta. juga lelembut bahasa yang menarinari di detak rima

/III/
ia;
tak seruparupa kekal senyawa. memikul waktu mengiris sentuh. mengakar rapuh di lapis subur. memilah pundipundi duniawi pembeban tubuh. melepas mimpi selaras hitam putih karma

ia;
hanya serupa malaikat dalam terik bulan. pencerah redup di tengah maya. menyulam nadi mengecup retak. dengan nafas; sebelum gelap tiba kembali

adalah ia;
perawan senja penyulap masa
(mari diamdiam mendengarkannya. reranting yang jatuh pada tanah)


perlahan

dekap aku
lumerkan perih yang menggenangi tiap ruasruas hati
agar detakmu bisa kurasa

:perlahan