26.10.11

hitam

tidakkah indah?
pendar bulan yang kian pudar
dan semakin hitam

seperti hatiku

21.10.11

seperti katamu

seperti katamu:
hidup itu singkat. sesingkat rentang waktu yang berada di antara adzan dan iqomah


aku terdiam. membuka coretancoretan lama yang pernah aku tinggalkan dulu. di sini.

maka katamu (lagi):
waktu memang tak terbatas, tapi waktu kita yang terbatas


ah.. sembilan tahun sudah. bahkan waktu tak bisa menghalanginya..

tak mungkin aku bertandang dengan rasa yang gagap, padamu

tak mungkin aku bertandang dengan rasa yang gagap, padamu

barangkali, itu akan menjadi lariklarik gerimis yang jatuh pada pagi
lalu bertumbuh benih benih rindu di dadaku
serupa kelembutan nafas, pada penggal kalimat yang kau lafadz
setahun lalu

belum genap musim ini kita menadah hujan, mencuri matahari
dan embun belum sempat menitipkan pesan malam tadi
lantas, bagaimana aku menembang syairsyair sendu?

ihwal tentang lingkar janji di terang bulan
yg tak pernah kau kirimkan kepada angin, bahkan
sketsa bayangmu masih buram

aku masih mempertanyakan kata yang tertinggal di matamu
agar tercipta hari ini, esok dan masa depan
lewat pijar langkah yg sedang terbakar sepi
berusaha menyalakan suluhsuluh kehidupan
yang padam karena pengembaraanmu

adakah engkau tahu
aku semakin dekat dengan kelangkaan
selaksa harap akan punah
ke tanah lapang yang tak ku kenal
dan akan terkubur. dalam. sedalam lukaku
ini

mengertilah
jalan ketiadaanku yang semakin tua, sebab belum genap musim berganti
dan aku tak mencoba ambil peduli karena
tak mungkin aku bertandang lagi dengan rasa yang gagap, padamu

"hujan akan segera berlalu, sayang"

haruskah ku ulangi setiap
kata yang pernah kau tulis di
sudut bibirmu
itu?

"hujan akan segera berlalu, sayang"

tapi kau memilih untuk tak
disini bersama tiap keping
cerita yang kau ulang berkali
kali pada tiap ucap bibirmu

haruskah aku percaya
lagi?

sebentar saja

bolehkah aku lelah dan
sejenak berhenti?

hanya untuk menghela nafasku. sebentar

saja?