23.2.09

dalam rinduku

:hari ini
ingin kutulis berlembarlembar rindu untukmu
pada buramnya langit yang tertutup awan mendung
dan dalam gerimis yang menghantarkan cercau burung pada senyap
atau dalam genangan hujan malam tadi

ingin kusulam sebuah rindu untukmu
pada rantingranting yang masih menitikkan tarian embun
tepat di ujung ilalang yang merunduk malu
atau di sesisa pelangi penghujan malam tadi

ingin kutanam sebuah rindu untukmu
pada rapuhnya langkahku saat ini
pada sudut matamu yang tergambar jelas di tiap celah hati

bahwa aku
benarbenar merindukanmu saat ini..

apa dirimu merasakan yang sama?

aku harap..

hening

aku lelah
pada masa yg memerah
menjamah sekian waktu
tapi tetap kaku

sisi lemahku terumbar
tak pantas untuk
menyeka tiaptiap lembar
yang bosan selalu mengetuk

terpecah imaji

pergi!
pergi!
pergi!
pergi!
pergi!

PERGI!!!

...kawan
tak sadarkah
aku hanya ingin


:hening

tentang semalam

ini mataku..
lelah mengakar airmata


dan ini tanganku
tak lepas dari matamu
menangkup untuk menjerang tangismu

apa salah?
merobek rahim ibu
tatap sedikit kebenaran
pada realita yang mungkin buram


tak ada yang salah
pun tanpa sebelah kakimu yang tergelincir
matamu tetap tegar

tapi mereka..
menatap nyinyir pada retak resahku
mencibir tiap lekuk lukaku
seolah aku tak punya rupa
(yang bahkan lebih hina dari kotoran mereka)


sebegitu rendahkah kau menilai dirimu?
letak lakumu tak pernah seperti itu
- setidaknya di mataku

ah..
kau tak mengerti kawan
sekelumit hatiku berupa debu


takkah kau sadar dulu..
pernah kau titipkan sisa harumu
pada trotoar yang membisu
padahal tak kau tahu
aku di belakangmu
berharap coba kau titipkan selembar pedih di pundakku
bersama cemas yang semakin menua di ujung waktu
(dan akupun punya banyak waktu untuk itu)

sudahlah..
mari kita duduk
dan akan kusuguhkan kopi hitam kesukaanmu
bersama ceritacerita yang masih tertahan
(karena aku punya banyak waktu untuk itu)

tercatat terpisah pada ujung cemas

31.1.09

nyanyian hujan

harusnya aku mengerti

dan kutemui malam. sewaktu senja menghilang perlahan dari balik akalku. memutar langkah pikir tanpa ujung. bergerak. namun diam. menebak letak arah terjauh imajiku

“tak letihkah...?” pikirku

tapi beberapa dari itu masih bernyanyi. tak henti mengalunkan cerita yang terbawa dari langit. tanpa cerca. hingga terhenti pada ranting, ilalang, bahkan bebatuan. mereka masih tetap bernyanyi

tak mampu kubuang arah jejak mataku. nyaman. hening. namun nyanyian itu menggema jauh dalam ruang jiwaku

.
.
.
.

ah...
masih sama
pikiranku terjatuh dalam bimbang


andai titik hujan itu aku
sudah kulepas pandangku kesana
lalu mencoba menepi pada ujung dahan yang bergoyang
kemudian lanjutkan nyanyianku

dan harusnya aku mengerti

(saat aku sadar
tetesan embun telah menghilang dari balik jendela kamarku)

24.1.09

waktu

kau bungkus waktuku dengan renta pijakmu
pada batas akhir titik cahaya

hingga semua kau benamkan dalam patahnya pelukmu